Halo semuanya,
Lama tidak bersua, kemarin saya diajak lagi oleh salah satu yang menggagas seminar gizi pada tahun 2019, yaitu YAICI. Mungkin pembaca masih ingat beberapa bit diantaranya yaitu (1) pentingnya gizi, dengan melihat tabel kandungan dan isi piringku; dan (2) bahaya kental manis. Nah di tahun 2023 ini, mereka merangkul beberapa rekan lainnya beserta saya untuk mendiskusikan temuan mereka di daerah Padang Pariaman. Ada satu hal yang menarik bagi saya dari temuan mereka selain tentang kental manis, dan dilema minuman dengan overdosis gula, garam, perasa : kebanyakan permasalahan dari semua temuan mereka berhubungan dengan pola asuh.
Beberapa Pola Asuh Berdampak Pada Gizi Anak
Saya sudah dengar banyak ocehan mengenai bagaimana banyak pola asuh orangtua berpengaruh pada psikis dan fisik anak. Tentu saja, gizi anak berpengaruh pada fisik dan psikis. Seperti munculnya stress eating, kecendrungan konsumsi manis, asin, dan rasa lainnya berlebihan. Beberapa fenomena tersebut berhubungan dengan bagaimana orang di sekitar individu di usia emas (0-5 tahun) terhadap pola makannya.
Satu contoh, YAICI menemukan bahwa kebanyakan orang dewasa yang mereka temui di daerah sering menurunkan persepsi bahwa semua yang "cairannya putih" itu pasti susu, padahal cairan putih bisa saja santan, hanya karena tidak persis sama bukan berarti putih selalu berasosiasi dengan susu. Contoh lainnya, banyak orangtua demi tidak merepotkan dirinya mengasuh anak, melakukan berbagai cara mulai dari meminumkan minuman yang terlalu manis pada anak sampai hanya memberikan anak bubur instan yang tersedia di warung-warung kecil. Hasilnya, pengenalan rasa pada individu tidak berjalan secara natural, indra pengecapannya seakan "ditumpulkan". Ya tidak mengejutkan jika jadi banyak unhealthy picky eater dan individu yang gemar mengonsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula, garam, perasa yang terlalu banyak alias junk food.
Perbedaan Persepsi Mengenai Kental Manis (hasil temuan YAICI bekerjasama dengan mitra) |
Beberapa Faktor yang Memengaruhi Pola Makan Anak
Setelah membaca jurnal ilmiah, ternyata faktor besar yang mempengaruhi pola makan anak pada usia emas itu adalah keluarga loh! Menurut Scaglioni dan rekan-rekannya dalam jurnal "Factors Influencing Children’s Eating Behaviours", pola makan anak dipengaruhi mulai dari umur emas. keluarga inti berperan sebagai contoh kepada anak mengenai pola makan. Maka jangan heran jika keluarga dari kakek-nenek, ibu-ayah, kakak-adik, sudah terbiasa dengan persepsi bahwa kental manis adalah susu, maka kemungkinan besar anak (baik tunggal maupun bersaudara) akan direcoki hal yang sama dan menjadi kebiasaan menurun.
Dijelaskan lebih lanjut, orangtua lebih sering menerima saran pola makan malah dari orang di sekitarnya daripada petugas kesehatan. Sehingga kemungkinan besar banyak saran mereka tidak efektif pada anak. Adakalanya orangtua terlalu permisif, membiarkan anak untuk mengonsumsi makanan apapun meskipun tidak sehat. Pada kasus lain, orang tua terlalu ketat untuk makan makanan sehat yang malah mengakibatkan anak juga tergiur dengan makanan dengan terlalu banyak kandungan gula, garam, dan perasa. Pengetatan yang berlebihan pada anak dapat menyebabkan anak makan tidak sehat hanya untuk melampiaskan emosi negatif dan distres, yang disebut stress eating.
Masih pada jurnal yang sama, orangtua seringkali tidak menyadari bahwa perilaku mereka tidak efektif dan berdampak pada pola makan anak. Hal ini sejalan dengan apa yang ditemukan YAICI, dimana orangtua sering sekali bersaut bahwa mereka tahu perilaku mereka merugikan anak, tetapi berkilah dengan berbagai alasan mulai dari ekonomi sampai fakta bahwa mereka sendiri masih menganggap kental manis merupakan sejenis susu. Mengetahui dan menyadari memang merupakan hal yang sungguh berbeda.
Selain itu, media juga dapat memengaruhi anak dalam pola makan. bukan hanya iklan kental manis dengan gambaran minum susu yang digantikan dengan topping dimana-mana saja, akan tetapi juga contoh contoh pola makan yang tidak sehat. hal yang paling sering saya temukan di media adalah bagaimana makanan yang kurang sehat sering dikonsumsi oleh kebanyakan karakter di media dengan berbagai modus dan framing cerita. Kurang komunikasi antar orangtua dan anak dalam menonton apapun termasuk media video di YouTube dapat membuat anak mengadaptasi pola makan tidak sehat.
Isi Piringku Bersama Keluarga Sebagai Awal Perubahan
Meskipun menurut Scaglioni dan rekannnya status sosioekonomi berpengaruh pada konsumsi makanan keluarga, bukan berarti hal yang tidak mungkin untuk merubah kebiasaan menurun. Ketika berbicara mengenai konsumsi makanan dan minuman bergizi seimbang, Indonesia termasuk sumberdaya yang memungkinkan untuk hal tersebut. Sayur dan buah berlimpah, beragam jenis daging dari ayam, daging sapi, dan ikan, serta rempah-rempah yang memiliki banyak khasiat dengan penggunaan yang tepat.
Hal yang mendukung ini tentu akan percuma saja jika kita tidak menemukan cara-cara tepat untuk mengubah bukan hanya pola makan anak-anak, tapi juga pola makan semua orang termasuk individu dewasa. Pada jurnal yang dibahas pada bagian sebelumnya, disarankan beberapa hal bagi kita para dewasa yang suatu saat berkeluarga atau kemungkinan mengadopsi keluarga (seperti membuat panti asuhan atau sekedar mengadopsi anak) untuk mempengaruhi bukan hanya pola makan kita, juga pola makan anak anak usia 0-5 tahun.
Hal pertama adalah memperbanyak kegiatan makan bersama keluarga. Saya sudah pernah membahas mengenai makan bersama sebelumnya, dan ternyata makan bersama keluarga sangat berpengaruh pada perubahan pola makan anak. Pada kegiatan ini, orangtua bisa mulai membiasakan memberikan sesajian yang kaya gizi, dan dapat memberi contoh mengenai pola makan mereka kepada anak. Anak (meskipun sudah remaja dan dewasa) juga dapat memberikan saran makanan apa yang perlu mereka makan untuk beberapa hari kedepan, sehingga menciptakan kepercayaan diantara anggota keluarga.
Kegiatan berdiskusi ini dapat diterapkan ketika menonton media, ketika akan tidur, bahkan ketika akan berjalan-jalan dimana pasti akan perlu makan dan minum. Keluarga dapat berdiskusi dengan metode yang dimengerti oleh anak. Orangtua juga dapat mengajak anak untuk mencoba berbagai variasi makanan baru yang bergizi tinggi, baik ketika di rumah maupun dalam perjalanan.
Hal yang kedua, berhubungan dengan makan bersama, adalah perlunya orangtua dan dewasa (termasuk diantaranya nakes, bidan, bahkan semua dewasa) mempelajari mengenai komunikasi yang efektif terhadap individu yang lebih muda dari mereka. Memahami pola pikir, memahami pola pengecapan mereka. Selain edukasi mengenai komunikasi, juga perlu edukasi mengenai gizi seperti isi piringku, bagaimana cara merubah pola makan terhadap gula, garam, perasa, termasuk merubah persepsi mengenai kental manis.
Dalam hal ini, YAICI aktif mengajak berbagai organisasi yang dekat dengan masyarakat untuk memasukkan materi mengenai hal diatas untuk disampaikan melalui berbagai jenis medote edukasional, seperti penyuluhan, diskusi terbuka, pamflet dan lain sebagainya.
Salah satu poin isi piringku : menyeimbangkan konsumsi protein hewani. |
Selain hal yang disebut dalam jurnal, ada hal lain yang perlu diperhatikan yaitu mengenai Isi Piringku. Isi Piringku merupakan program dari Kemenkes yang menekankan perlunya keseimbangan dalam banyak gizi makanan dalam seporsi. Hal yang perlu dicatat adalah ternyata banyak variasi makanan pokok, sayur, buah, protein yang dapat dibuat untuk menu setiap harinya.
Misal, hari ini sudah makan ubi singkong yang dikombinasikan dengan sayur toge (kecambah), sepotong ikan, lalu sebelumnya makan buah pepaya; maka hari selanjutnya bisa divariasikan dengan makan nasi dengan lauk ayam, sayur bayam, dan sebelumnya makan buah semangka. Pengetahuan ini dapat dilihat di internet dan edukasi yang diadakan oleh pihak terkait.
Isi piringku juga bukan hanya program yang diterapkan pada anak-anak lho, tapi juga program yang wajib dilakukan oleh kita para dewasa, karena memberi contoh pada individu usia muda pasti akan lebih mudah jika kita telah terbiasa sendiri mengonsumsi makanan tinggi gizi. Selain itu, juga tidak ada ruginya berinvestasi kesehatan tubuh agar kita bisa lebih bugar dan bisa melihat generasi muda tumbuh bersama.
Sepertinya saya sudah cukup untuk kali ini, untuk bacaan lebih lanjut (dalam bahasa Inggris) untuk picky eater disini, dan jurnalnya dapat ditelisik lebih dalam disini. Selain itu ada sumber berbahasa Indonesia untuk picky eater dan Isi Piringku, silahkan dibaca.
sebagian proses presentasi dan diskusi yang berlangsung beberapa hari yang lalu. |
Semoga harimu menyenangkan~
With love,
Jadi putih belum tentu susu. Yg pasti merah putih d dada ku. Merdeka. Lah kemana ini komen ny
ReplyDeleteSusah banget buat ngubah habbit makan manis ini, apalagi dengan menu jajanan kita kan ya Pujp.. Gimana nih??
ReplyDelete