Suatu hari ada seorang dewasa awal yang berbaring di kasur. Kepalanya sakit. Dia butuh duit. Sayang dia ditolak kerja mulu. Jadi dia terus menjadi pengangguran selama lebih dari tiga tahun. Mau lanjut kuliah gak ada yang bisa membiayai. Mencari beasiswa sulit. Hari itu ia mendapatkan ilham.
Berbekal kemampuannya membuat kue dan gorengan serta gelar sarjana psikologi, ia berangkat ke lapangan terdekat di kotanya. Saat itu car free day. Ia kembangkan tikar di bagian rumput perbatasan tepi jalan dan tepi lapangan. Lalu ia letakkan kontainer yang berisi kue basah, kue kering, dan gorengan. Ia juga memasang palang dengan harga semua menu dengan kalimat berikut "Anak Ibu Serta Bapak Kebingungan Ingin Masuk STAN atau S1 Kedokteran? Beli Satu Loyang Cake, Gratis Konsultasi Karir!"
Kalau penjual makanan bisa membuka kolam renang dan tempat bermain, berarti penjual makanan juga bisa membuka konsultasi. Hal itu tercatut di otaknya ketika mendapatkan ilham. Tentu saja hari pertama tidak ada yang tertarik dan hanya ada manusia-manusia yang membeli dagangan berupa potongan kue dan gorengan. Akan tetapi, kabar bahwasanya kue dan gorengan buatan individu ini enak tersebar dari mulut individu ke individu lainnya. Berbulan-bulan, mulai banyak yang membeli dagangannya, meskipun tidak ada yang tertarik dengan layanan konsultasinya.
Ia khawatir tidak akan bisa menggunakan ilmu psikologi untuk mengarahkan sekolah anak, meskipun sudah banyak manusia membeli dagangannya. Lowongan guru BK dan konsultan karir pun sudah diterabas. Tidak ada satupun yang menerima. Mau Pendidikan Profesi Guru, psikologi sudah dibatasi di Pendidikan Sekolah Dasar atau Pendidikan Taman Kanak Kanak saja. Kuliah Pendidikan Profesi Psikologi mahal. Belum lagi banyak orang usil di lapaknya. Mulai dari meletakkan tanah kuburan, menendang dagangan, sampai sengaja membawa satpol pp dengan tuduhan fitnah.
Sampai suatu hari, dua tahun setelah dia berjualan sambil menawarkan jasa konsultasi tersebut. Ia melihat orangtua dan anaknya bertengkar hebat mengenai pilihan pendidikan tinggi di pelataran rumah sakit. Saat itu dia menyambil menjual dagangannya di mana saja, mulai dari pasar sampai pelataran rumah sakit sambil berjalan kaki. Terdengar di telinganya bahwa orangtuanya ingin anaknya lulus di kedokteran sebagai hadiah ulangtahun pernikahan mereka. Maka, ia tawarkan untuk mengganti hadiah tersebut dengan sebuah cake besar, dengan gratis konsultasi karir sang anak. Awalnya mereka terlihat sungkan, lalu mereka menerimanya. Sang anak sebenarnya ingin masuk sekolah kesenian, meskipun pekerjaannya tidak menghasilkan uang yang banyak. Maka penjual ini tawarkan kepada orangtua yang cukup kaya ini agar anak bersekolah di sebuah sekolah seni prestisius di Australia, yang mereka memiliki jejaring yang memiliki pekerjaan dengan uang banyak, meskipun bukan memiliki status a la PNS.
Meskipun masih ragu, orangtuanya menerima untuk merelakan anaknya bersekolah di Australia. Sang anak berhasil untuk mengumpulkan uang jauh lebih banyak daripada kiriman orangtua dari pekerjaan kasar ditambah dengan magang pekerjaan seni di salah satu perusahaan di sana. Melihat anak bahagia dan memiliki pencaharian cukup, orangtua merasa bahwa saran penjual makanan merangkap konsultan karir itu melegakan. Maka ia sebarkan kepada kolega koleganya mengenai penjual ini melalui kartu lusuh yang sempat diberikan sang penjual.
Penjual kue dan gorengan cukup terkejut dengan banyaknya ibu dan bapak yang kelihatan necis berebut perhatiannya di lapak lapangan hari Minggu yang cerah itu. Dua tahun pula setelah ia memberikan jasa konsultasi pada ibu bapak di pelataran rumah sakit. Salah satunya menawarkan beasiswa pribadi untuk pembiayaan pendidikan profesi psikologi di universitas prestisius di daerahnya. Akhirnya ia bisa menjadi psikolog. Sambil ia kuliah profesi ia lanjutkan berdagang kue dan gorengan. Uang tabungan yang ia rencanakan untuk kuliah ia gunakan untuk menyewa sebuah ruang kost kecil untuk bakal tempat konsultasinya kelak.
Tiba saatnya sang penjual kue dan gorengan mendapatkan gelar psikolog, setelah duitnya terkuras untuk ujian profesi, pergi praktik ke berbagai institusi dan hal lainnya. Ketika sumpah profesi, banyak mahasiswa sarjana yang datang dan memberi selamat. Mereka berasal dari mahasiswa sekitar kost yang disewa sang penjual kue dan gorengan yang senang membeli barang dagangannya. Orangtua yang bertengkar di pelataran rumah sakit beberapa tahun lalu menyumbangkan salah satu bangunan rumah kecil mereka setelah kepada sang penjual setelah anaknya sukses direkrut menjadi pekerja seni di Australia dengan gaji lima kali upah minimum di sebuah propinsi di pulau kurang terperhatikan di negara ini. Dengan modal gedung, sertifikasi profesi, dan kemampuan memasak, maka dibukalah usaha yang sudah sedikit besar : Cake Shop dan Konsultasi Karir Gulu Gulu.
Usaha yang baru bermula, dan akan bertumbuh.
Tentu saja, cerita ini terlalu cepat, terlalu banyak bumbu yang tidak realistis, dan pacingnya tidak jelas. Karena ini bukan cerita Saya. Saya hanya pengkhayal yang tinggal di ruangan sempit bercat putih di rumah kecil, dengan orangtua berpenghasilan seadanya. Sebagai pengangguran yang benci manusia, Saya tak akan mampu mempraktikkan hal segila ini di ekonomi seperti ini. Jadi kalau ada yang mau curi idenya, dipersilahkan, siapa tahu lebih sukses daripada yang dalam cerita.
Ingat, ini bukan cerita Saya. Hanya cerita fiktif.
With love,
No comments spilled
Post a Comment
Please comment the post after you read it!
your praise, critique, and other is recomended to improve this blog! ^^
Berilah komentar setelah membaca blog. Baik kritik saran dan lainnya dibolehkan ^^